Powered By Blogger

Rabu, 23 November 2011

FILSAFAT DAN PENGERTIAN MULTIKULTURALISME

FILSAFAT DAN PENGERTIAN MULTIKULTURALISME

A. Filsafat multikulturalisme

Filsafat multikulturalisme tidak terlepas dari pemikiran dua filsuf kontemporer, Jhon Rawl dan Charles Tylor. Rawls adalah seorang liberalisme dan tylor sibidang budaya dan politik.

Rawls mengemukakan teorinya yang menghidupkan kembali social kontrak dan pendekatan etika sepanjang abad ke dua puluh.dalam posisi yang asli tersebut, Rawls mengemukakan dua prinsip yaitu:

· Setiap manusia harus mempunyai sejumlah maksimum kebebasan individual dibandingkan dengan orang lain. Keadaaan seperti itu diperlukan untuk bersama-sama menikmati kemerdekaan yang juga dipunyai orang lain.

· Setiap ketidaksamaan social ekonomi haruslah memberikan kemungjinann keuntungan bagi yang tidak memproleh keuntungan. Keadaan ini diambil dari pekerjaan dan posisi seseorang yang mempunyai akses serta kesemnpatan untuk itu.

Setiap individu mempunyai dasar yang tak dapat dilanggar mengenai keadilan, bahkan kemakmuran suatu masyarakat tidak dapat melanggar hak tersebut. Oleh karena itu, suatu masyarakat yang berkeadilan, hak-hak yang dijamin oleh keadilan itu sendiri merupakan sesuatu yang tidak dapat tawar menawar politik maupun perhiotungan kepentingan social.

Manusia itu berada dibelakang cadar ketidak tahuannya, menentukan haknya dan kewajibannya. Liberalisme merupakan suatu doktrin politik, social, ekonomi yang menekankan kepada kemerdekaan individu, keterbatasan peran pemerintah, perkembangan social secara bertahap serta perdagangan.

Rooselvt mengemukakan versi baru tentang liberalism yakni pemerintah dianggap sebagai penjamin hak-hak individu serta kemerdekaan seseorang melalui regulasi ekonomi dan politik dengan mengecek kapitalisme melawan kemiskinan.

Charles Tylor mengemukakan pendapatnya bahwa kita harus menyadari bahwa persamaan hak dibawah hukum juga harus disertai dengan kemampuan kita untuk memahami bahwa kita sendiri adalah penulis dari hukum itu yang mengikat kita. Hal ini berati bahwa dengan jelas menunjukkan sistem yang mengikat kita tidak menghapuskan kondisi social yang berbeda beda juga terhadap peredaaan budaya. Dapat terjadi berbagai jenis konflik yang berasal dari diskursus tentang perbedaan-perbedaaan tersebut serta resolusi secara demokratis atas perentangan tersebut.

Dengan demikian demokrasi konstitusional memberikan kepada anggota-anggotanya yang berkebudayaan minoritas, hak yang sama duduk bersama dengan kebuidayaan mayoritas. Sebagai contoh yang tidak dapat menerapkan atau gagal dalam hal tersebut yakni masih ditemukannya kelompok seperti afican amerika dan asia amereica.

Di dalam kehiduan politik dewasa ini, muncul keinginan untuk diakui terhadap hak hidup kelompok masyarakat yang khas. Kebiutuhan ini merupakan pendorong yang sangat kuat dibelakang gerakan nasionalisme dalam politik. Gerakan ini menampakkan diri dalam kehidupan politik seperti tuntutan-tuntutan kelompok minoritas, kelompokn feminis, yang dan apa yang disebut politik multikulturalime.

Dalam pemikiran Roussau ini perlu kita hindari adanya warga Negara kelas satu atau kelas dua. Dalam kaitan ini berhubungan dengan persoalan identitas. setiap orang perlu diakui akan identitasnya. Hak-hak tersebut perlu dijaga agar identitas tersebut tidak diasimilasi oleh identitas mayoritas yang dominan. Asimilasi seperti ini merupakan suatu dosa besar terhadap otentisitas ideal dari seseorang.

Politik dan kesamaan martabat manusia didasarkan pada ide bahwa semua manusia mempunyai martabat yang sama. Bagi Roussau, mencetuskan pendapatnya mengenai pentingnya saling menghormati yang merupakan hal yang tidak dapat tidak, harus ada dalam kemerdekaan manusia. Pendapat ini merupakan tantangan terhadap kemerdekaan di dalam kesamaan yang ditandai oleh hirarki dan kebergantungan pada yang lain. Di dalam hal ini seseorang tergantung pada yang lain bukan hanya karena kekuassaan politiknya atau karena kebutuhan untuk hidup atau sukses, tetapi terutama disebabkan oleh nasibnya.

Pandangan liberalism berakar pada pandangan falsafah Immanuel khan yang mengungkapkan bahwa martabat manusia terjadi pada umumnya di dalam otonomi, yaitu kemampuan setiap manusia untuk menentukan bagi dirinya sendiri dan pandangan hidupnya.

Menurut tylor satu ,masyarakat dengan tujuan kolektif yang kuat dapat saja bersifat liberal dengan catatan bahwa mereka juga menghormati keanekaragaman, khususnya apabila berhubungan dengan siapa yang tidak menyetujui tujuan bersama tersebut. Selanjutny mereka dapat menjamin suatu keadaan yang mengakui hak-hak fundamental.

Dewasa ini semakin bersifat multikultural yaitu mengambil sikap pengakuan akan hak hidup dari bermacam-macam kebudayaan. Kekakuan liberalism procedural semakin lama semakin tidak praktis di dalam dunia yang cepat berubah di masa depan.

B. Pengertian Multikulturalisme

Multikulturalisme ternyata bukan suatu pengertian yang mudah. Di dalamnya terkandung dua pengertian yang sangat kompleks yaitu multi yang berarti plural, kulturalisme berisi pengertian kultur atau budaya. Istilah plural mengandung arti yang berjenis-jenis karena pluralisme bukan sekedar pengakuan akan adanya hal-hal yang berjenis-jenis tetapi juga pengakuan tersebut mempunyai implikasi-implikasi politis, sosial, dan ekonomi. Oleh sebab itu pluralisme berkaitan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Banyak Negara yang menyatakan dirinya sebagai Negara demokratis tetapi tidak mengakui pluralism di dalam kehidupannya sehingga terjadi berbagai jenis segregasi. Pluralism ternyata berkaitan dengan hak hidup kelompok-kelompok masyarakat yang berada dalam satu komunitas serta komunitas tersebut memiliki budaya masing-masing.

Bagi suatu masyarakat yang benar adalah yang baik, tetapi kadang bagi masyarakat lain belum tentu. Pasang surut pengertian multikulturalisme tersebut ddapat dibedakan sebagai brikut:

1. Kebutuhan terhadap pengakuan, artinya perjuangan kelakuan budaya yang berbeda

2. Legitimasi keraga man budaya yang berasal dari berbagai jenis pemikran:

· Study cultural mengenai masalah-masalah esensial di dalam kebudayaan kontemporer seperti identitas kelompok, distribusi kekuasaan di dalam masyarakat diskriminatif, peraanan kelompok-kelompok masyarakat yang termarginalisasi, feminism dan masalah-maslah kontemporer seperti toleransi anta umat beragama.

· Pemikiran poskolonialisme yang melihat kembali hubungan antara eks penjajah dengan daerah jajajhanny yang telah meninggalkan banyak stigma yang biasanya merendahkan kaum terjajah.

· Globalisasi ternyata telah melahirkan budaya global yang memiskinkan potensi budaya asli. Revitalisasi budaya lokal merupakan upaya untuk menentang globalisasi yang mengarah pada monokultur budaya.

· Ekonomi neomarxisme, mengenai hegemoni yang dapat dijalankan tanpa revolusi oleh intelektual organis yang dapat mengubah suatu masyarakat, antara lain dalam memperhatikan kelompok yang termaninalisasi.

· Porstrukuralisme,mengenai perlunya dekonstruksi dan rekontruksi masyarakat yang telah mempunya struktur yang telah mapan yang biasanya hanya utnuk mel;anggengagkan kekasaaan yang telah ada.

Tiga tantangan yang dihadapi multikulturalisme yakni:

1. Hegemoni barat dalam bidang politik,ekonomi, social dan ilmu pengetahuan. Komunityas terutama Negara berkembang perlu mempelajari sebab-sebab dari hegemoni barat dalam bbidang tersebut dan mengambil langkah yang seperlunya untuk mengatasinya sehingga dapat berdiri sama tegak dengan dunia barat.

2. Esensialissasi budaya,multikulturalisme berupaya untuk mencari esensi budaya sendiri tanpa jatuh ke dalam pandangan etnosentrisme. dan xenopobhia.

3. Proses globalisasi yang berupa memonokulturkan budaya karena gelombang dahsyatnya yang menggelinding dan mengghancurkan bentuk-bentuk kehidupan bersama dan budaya tradisional.

Akar kata multicultarisme adalah kebudayaan. Secara etimologi, multikulturalisme dibentuk dari kata multi(banyak) dan isme(faham,aliran). Secara hakiki multikulturalisme artinya adalah martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dngan kebudayaanya masing-masing yang unik.

Dengan demikian individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggungjawab untuk hidup bersama komunitasny. Pengingkaran terhadap kebutuhan untuk diakui merupakan akar dari segala ketimpangan dalam berbgqi bidang kehidupan.

Karena multicul;tural;isme sebagai sebuah ideology dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaanya, maka konsep kebudayaan harus dilihat dalam oerspektif fungsinya bagi kehidupan manusia.

Parsudi suparlan melihat bahwa dalam perspektif tersebut, kebudayaan adalah sebagai pedoman hidup manusia. Sebagai sebuah gagasan atau ideology, multikulturalisme terseraop dalam berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupn manusia.

Kajian mengenai corak kegiatan interaksi social adalah upaya untuk mengembangkan dan memantapkan multikulturalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi bangsa indonesia.

Pedoman etika yang menjamin proses manajemen akan menjamin mutu yang dihasilknny. Kajian seperti ini bukn hanya utnuk menyingkabp dan mengungkap ada tidaknya atau bercooraka seperti apa nilai-nilai budaya yang berlaku dam etika yang digunakan sebagai pedoman dalam manajemen sesuatu kegiatan organiossasi, kjiian ini akan mampu meberikan pemecahanyang terbaik mengenai pedoman etika yang seharusnya digunakan sesui konteks organisasi.

Bahkan, banyk fakta yang justru mnunjukan fenomena yang sebaliknya, keanekjaragaman budaya telah member sumbangan terbesar bagi kemunculan konflik dan ketegangan. Sehinga tak pelak, modal social itu juga menjadi kontraproduktif bagi penciptaan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yng damai, harmoni, dan toleran. Untuk itu perlu dikembangkan kesadaran mulikultural agar potensi positif yang terkandung dalam keragaman tersebut dapat teraktualisasi secara benar dan tepat.

Pendidikan merupakn wahana yang paling tepat untuk mmbangun kesadaran multikulturalisme yang dimaksud. Memangmasyarakat telah memahami sepenuhnya bahwa setiap manusia terlahir berbeda, baik secxara fisik maupun nonfisik, tetapi nalar kelompok belum bisa menerimarealitas bahwwa setiap individu atau kelompok tertentu memiliki keyakinan,budaya, adat, agama, dan tata ritual yang berbeda.

Nalar kolektif masyarakat tentang multikulturalisme kebangsaan msih terkooptasi oleh logosentrisme tafsir hegemonic yang syarat akan prasangka, kecurigaan, bisa kebencian dan reduksi terhadap kelompok yang berbeda.

Kondisi multikulturalisme tersebut bagaikan dua sisi pedang yang bermata ganda, jika dapat dikelola dengan baik maka akan menjadi hal yang positif, tetapi jika sisi lainnya tidak dapat dikelola dengan baik maka sebuah malapetaka kehancuran akan datang atau disintegrasi social.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar