Powered By Blogger

Rabu, 23 November 2011

Post Modernisme pada perayaan May Day

Posmodernisme merupakan sebuah istilah yang sangat kompleks. Dalam bidang akademis istilah tersebut ramai dibicarakan pada sekitar tahun 1980-an. Istilah posmodernisme juga sukar untuk didefinisikan, karena begitu luasnya bidang kajian yang dicakupnya. Mulai dari seni, arsitektur, musik, film, sastra, sosiologi, antropologi, komunikasi, teknologi bahkan sampai pada fashion. (sumber http://widijanto.wordpress.com/2010/06/26/multikulturalisme-sebuah-titik-temu-postmodernisme/)

Postmodernisme adalah faham yang berkembang setelah era modern dengan modernisme-nya. Postmodernisme bukanlah faham tunggal sebuah teori, namun justru menghargai teori-teori yang bertebaran dan sulit dicari titik temu yang tunggal. Banyak tokoh-tokoh yang memberikan arti postmodernisme sebagai kelanjutan dari modernisme. Namun kelanjutan itu menjadi sangat beragam. Bagi Lyotard dan Geldner, modernisme adalah pemutusan secara total dari modernisme. Bagi Derrida, Foucault dan Baudrillard, bentuk radikal dari kemodernan yang akhirnya bunuh diri karena sulit menyeragamkan teori-teori. Bagi David Graffin, Postmodernisme adalah koreksi beberapa aspek dari modernisme. Lalu bagi Giddens, itu adalah bentuk modernisme yang sudah sadar diri dan menjadi bijak. Yang terakhir, bagi Habermas, merupakan satu tahap dari modernisme yang belum selesai (wikipedia).

Menurut kelompok, Teori Postmodernisme merupakan salah satu teori yang cocok dikaitkan dengan adanya demonstrasi pada perayaan May Day tahun 2011 di lapangan Merdeka, sebab teori ini adalah teori yang menyetujui adanya kebebasan dalam menyuarakan pendapat, zaman dimana demokrasi diumbar – umbar sebagai lambang bahwa semua hal itu benar, semua tindakan manusia itu benar. Misalnya saja dalam kasus ini ada demonstrasi yang anarki, dalam konsep teori postmodernisme hal ini dibenarkan, begitu juga ada seorang pengendara sepeda motor yang menerobos lampu merah,semua itu dibenarkan.

Istilah Postmodernisme dipopulerkan oleh para seniman, penulis, dan kritikus sastra yang menunjukkan sebuah gerakan yang menolak modernisme berhenti dalam birokrasi. Dalam bidang filsafat, Postmodernisme berarti kritik-krtik filosofis atas gambaran dunia, epistemologi dan ideologi-ideologi modern. Dengan kata lain, istilah postmodernisme di bidang filsafat menunjuk pada segala bentuk refleksi kritik atas paradigma-paradigma modern dan metafisika pada umumnya. Bahasa dan sastra adalah salah satu cara untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi objek utama dalam Hermeneutika. Hermeneutika menurut Gadamer adalah sebuah refleksi kritis atas cara-cara kita memahami dunia dan atas bentuk-bentuk pemahaman itu. Menurutnya, bahasa adalah cara yang khas dari manusia di dunia ini.( http://eka.web.id/postmodern-pengertian-dan-ulasan.html).

Postmodern juga dikenal sebagai istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan implikasi sosial budaya serta seni kontemporer yang berkembang apda akhir abad 20 dan awal abad 21. Perkembangan ini ditandai dengan globalisasi, era konsumerisme, dan komoditasi pengetahuan. Postmodernisme juga digunakan untuk menandai periode seni, desain dan arsitektur yang dimulai pada tahun 1950-an sebagai respon terhadap gaya desain modernisme. Postmodernisme merupakan kritik terhadap modernisme dengan penolakan gaya hidup mapan generasi tua, sikap kritis yang mendukung paham atau isu-isu dunia ketiga, mengakomodir sikap individu akibat tren budaya massa dan melahirkan beberapa subbudaya diluar budaya utama. (Sumber: http://hanifah-azzahra.blogspot.com/2009/04/sejarah-komunikasi-visual-masa_3218.html)

Menurut Pauline Rosenau (1992 dalam Ritzer, 2007) postmodernisme merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Juga postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas.Yaitu pada akumulasi pengalaman peradaban Barat adalah industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa, kehidupan dalam jalur cepat. Namun mereka meragukan prioritas-prioritas modern seperti karier, jabatan, tanggung jawab personal, birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme, penelitian objektif, kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal dan rasionalitas. teoritisi postmodern cenderung menolak apa yang biasanya dikenal dengan pandangan dunia (world view), metanarasi, totalitas, dan sebagainya.

Dalam bukunya Mengenal Posmodernisme : for begginers, Appignanesi, Garrat, Sardar, dan Curry (1998) mengatakan bahwa postmodernisme menyiratkan pengingkaran, bahwa ia bukan modern lagi. Postmodernisme, pada hakikatnya, merupakan campuran dari beberapa atau seluruh pemaknaan hasil, akibat, perkembangan, penyangkalan, dan penolakan dari modernisme. Postmodernisme adalah kebingungan yang berasal dari dua teka-teki besar, yaitu :
Ia melawan dan mengaburkan pengertian postmodernisme. Ia menyiratkan pengetahuan yang lengkap tentang modernisme yang telah dilampaui oleh zaman baru, Sebuah zaman, zaman apapun, dicirikan lewat bukti perubahan sejarah dalam cara kita melihat, berpikir, dan berbuat. Kita dapat mengenali perubahan ini pada lingkup seni, teori, dan sejarah ekonomi.

CIRI-CIRI POSTMODERNISME

Terdapat delapan karakter sosiologis postmodernisme yang menonjol, yaitu :

1. Timbulnya pemberontakan secara kritis terhadap proyek modernitas; memudarnya kepercayaan pada agama yang bersifat transenden ; dan diterimanya pandangan pluralisme relativisme kebenaran.

2. Meledaknya industri media massa, sehingga ia bagaikan perpanjangan dari sistem indera, organ dan saraf kita, yang pada urutannya menjadikan dunia menjadi terasa kecil. Lebih dari itu, kekuatan media massa telah menjelma bagaikan “agama” atau “tuhan” sekuler, dalam artian perilaku orang tidak lagi ditentukan oleh agama-agama tradisional, tetapi tanpa disadari telah diatur oleh media massa, semisal program televisi.

3. Munculnya radikalisme etnis dan keagamaan. Fenomena ini muncul diduga sebagai reaksi atau alternatif ketika orang semakin meragukan terhadap kebenaran sains, teknologi dan filsafat yang dinilai gagal memenuhi janjinya untuk membebaskan manusia, tetapi sebaliknya, yang terjadi adalah penindasan.

4. Munculnya kecenderungan baru untuk menemukan identitas dan apresiasi serta keterikatan rasionalisme dengan masa lalu.

5. Semakin menguatnya wilayah perkotaan (urban) sebagai pusat kebudayaan, dan wilayah pedesaan sebagai daerah pinggiran. Pola ini juga berlaku bagi menguatnya dominasi negara maju atas negara berkembang. Ibarat negara maju sebagai “titik pusat” yang menentukan gerak pada “lingkaran pinggir”.

6. Semakin terbukanya peluang bagi klas-klas sosial atau kelompok untuk mengemukakan pendapat secara lebih bebas. Dengan kata lain, era postmodernisme telah ikut mendorong bagi proses demokratisasi.

7. Era postmodernisme juga ditandai dengan munculnya kecenderungan bagi tumbuhnya eklektisisme dan pencampuradukan dari berbagai wacana, potret serpihan-serpihan realitas, sehingga seseorang sulit untuk ditempatkan secara ketat pada kelompok budaya secara eksklusif.

8. Bahasa yang digunakan dalam waacana postmodernisme seringkali mengesankan ketidakjelasan makna dan inkonsistensi sehingga apa yang disebut “era postmodernisme” banyak mengandung paradoks

(Sumber: http://nashir6768.multiply.com/journal/item/10)

Terdapat banyak contoh kasus dalam sosial budaya Indonesia yang dianggap sebagai suatu sifat atau kegiatan postmodern dalam sudut pandang kaum postmodern itu sendiri. Misalnya dari media elektronik, berupa televisi. Bentuk iklan rokok A mild menggunakan filsafat posmodern yang terlihat dari tema-tema yang sering diajukan terkesan sangat tidak berhubungan dengan produknya, malah lebih sarat dengan tema politik dan sosial yang sedang berkembang. Seperti sebelumnya, tagline ‘talk less do more’ yang menyindir kepada orang – orang yang hanya bisa berbicara tapi tidak ada tindakan , atau tagline ‘tanya kenapa’ juga menyindir pendidikan di Indonesia, begitu juga dengan tagline ‘ wani piro’ yang menyindir para koruptor dan penyuap. Selain itu bentuk dekonstruksi dan hyperealis dapat kita temukan dalam internet dan game online, yang kini sangat digandrungi oleh masyarakat khususnya kaum muda-mudi. Facebook yang merupakan bentuk network engine (sarana mencari teman di dunia maya yang difasilitasi dengan foto diri, testimonial/pendapat dari teman-temannya, buletin board yang berfungsi sebagai papan pengumuman telah menjadi rumah kedua dalam masyarakat untuk bersosialisasi secara maya. Foto yang ditampilkan merupakan aspal (asli tetapi palsu), walau ada sebagaian yang memasang dengan foto yang asli. ,chatting : kenal di dunia maya tetapi belum tentu kenal di dunia nyata. Selain itu bentuk desain poster/pamflet ataupun media promosi lainnya, yang ada kini sering berkesan berantakan, asal , atau mungkin mengambil dari masa lalu. Selamat datang dunia maya, selamat datang informasi, selamat datang dunia posmodern.

(Sumber: http://tpers.net/2010/08/postmodernisme-disekitar-kita/)

DEMONSTRASI

Fenomena sosial-budaya yakni demonstrasi menjadi salah satu fokus penelitian kelompok. Demosntran yang menjadi objek penelitian kami adalah para buruh yang merayakan May Day. Pada perayaan May Day ini terdapat beberapa serikat buruh yang menuntut hak – hak mereka, seperti hilangkan bangun industri nasional untuk kesejahteraan rakyat, penindasan pada buruh, tanngap dan adili sisa harta koruptor dan kembalikan pada rakyat, begitu juga yang paling penting adalah kenaikan kualitas hidup dirinya dan keluarganya. Berdasarkan pernyataan mereka saat orasi, “ baru – baru ini ada pengusaha sawit yang merayakan 100 tahun sawit,akan tetapi di perkebunan upah buruh hanya 200 rb perbulan, paling tinggi 300 rb, bahkan tanah rakyat di sekeliling perkebunan sering diambil alih pihak perkebunan.”

Demonstrasi ini menandai berlakunya teori postmodernisme dimana setiap orang bebas menyuarakan pendapatnya secara demokrasi. Teori postmodernisme mendukung berlakunya demokrasi khususnya di Indonesia. Walau secara umum teori ini bersifat majemuk sesuai yang diuraikan pada alinea – alinea sebelumnya, akan tetapi sangat terkait dengan adanya fenomena demonstrasi ini.

Contoh-contoh budaya postmodern antara lain:

  • ekletisme, adalah pemikiran atau upaya untuk menggabungkan nilai dan unsur lama dengan unsur baru, tradisional dengan lokal.
  • subculture, lyotard mengartikan postmodern sebagai ketidak percayaan terhadap segala pemikiran, referensi atau narasi besar (pemikiran yang menguasai secara totaliter). jika narasi besar adalah liberalisme atau kapitalis, semantara narasi kecil adalah marxisme, narasi kecil yang lain adalah feminisme, persamaan hak bagi gay, lesbian, etnografi, lintas budaya, dll.
  • deskontruksi, modernisme percaya pada keteraturan, formalitas yang rasional, maka postmodern menolak semua itu dengan memunculkan konsep deskontruksi. namun sebagian pemikir postmodern percaya bahwa modernisme dapat diperbaiki sebagian demi sebagian tanpa harus menolak dan menciptakan deskontruksi
  • parodi, modernisme berati bersifat rasional, funsional, sistematis. postmodern menolaknya karena diangga menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan yang penuh dengan perasaan.
  • hiperealitas, hilangnya batas seni dan kehidupan. banyak karya seni yang ditampilakn di ruang publik, trotoar, tembok jalan, eksperimental seni, seni kejadian, konsepsi, instalasi, dll
  • kistch, lahirnya seni yang tidak berpedoman pasa arus utama kesenian. seni pop dan seni massa diangkat sebagai salah satu bagian dari seni garda depan.
  • doublecoding, seni yang tidak lagi memiliki makna tunggal. segala bentuk yang mungkin untuk bermakna ganda, parodi dan juga ironi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Teori Postmodernisme adalah antitesis dari modernisme yang selalu memunculkan ciri-ciri yang menentang adanya modernitas. Teori Postmodernisme merupakan salah satu teori yang cocok dikaitkan dengan adanya demonstrasi pada perayaan May Day tahun 2011 di lapangan Merdeka, sebab teori ini adalah teori yang menyetujui adanya kebebasan dalam menyuarakan pendapat, zaman dimana demokrasi diumbar – umbar sebagai lambang bahwa semua hal itu benar, semua tindakan manusia itu benar. Misalnya saja dalam kasus ini ada demonstrasi yang anarki, dalam konsep teori postmodernisme hal ini dibenarkan, begitu juga ada seorang pengendara sepeda motor yang menerobos lampu merah,semua itu dibenarkan.

SARAN

Posmodernisme terkadang memberi dampak positif bagi perubahan. Namun, terkadang modernisme juga perlu guna mengembalikan standar estetika kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar